Pemerintah Indonesia Usulkan Instrumen Hukum Internasional tentang Pengelolaan Royalti

Jakarta (Dialektika Hukum) – Pemerintah Indonesia mengusulkan suatu instrumen hukum internasional tentang pengelolaan royalti dan penerbit hak alias publisher rights untuk karya jurnalistik melalui Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO).

Dalam pertemuan dengan seluruh duta besar dan perwakilan RI di luar negeri secara daring, Selasa (14/10), Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas mengatakan inisiasi hukum internasional tersebut merupakan upaya untuk memajukan ekosistem musik agar para pencipta dapat merasakan manfaat ekonomi dari karyanya.

“Inisiasi ini sebenarnya kami dorong, salah satunya untuk kemajuan ekosistem musik kita. Karena kalau nilai manfaat ekonomi tidak kita dapatkan, maka tentu kreasi berikutnya tidak bisa kita harapkan,” ujar Supratman, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Usulan yang dikenal sebagai The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment itu merupakan kolaborasi Kementerian Hukum (Kemenkum) RI bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Kementerian Kebudayaan RI, serta Kementerian Ekonomi Kreatif RI.

Menurut Supratman, proposal yang diusulkan oleh Pemerintah Indonesia tersebut tidak akan bertentangan dengan kerangka hukum yang telah berjalan di negara-negara lainnya.

Sebaliknya, kata dia, usulan akan mendukung negara-negara anggota WIPO yang turut menjadi objek distribusi royalti.

“Saya percaya diri, ini akan berhasil. Kita tidak akan berbenturan secara langsung antara negara-negara besar juga industri yang mereka miliki. Usulan proposal kita justru menciptakan keadilan,” tuturnya.

Dengan usulan tersebut dan reformasi tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LKM Nasional (LMKN), ia menyebutkan saat ini sudah ada berbagai industri maupun negara-negara tempat industri dilahirkan, yang telah membangun komunikasi dengan Kemenkum RI.

Menkum pun mengungkapkan kesuksesan proposal dari Pemerintah Indonesia tersebut bergantung pada gerakan diplomasi multilateral, regional, dan bilateral.

Untuk itu, dirinya menggalang dukungan para perwakilan Indonesia di luar negeri melalui peran mereka yang strategis di negara-negara sahabat.

Dengan begitu, menurut dia, Kemenkum RI menjadi pendobrak saja. Pihaknya secara teknis akan memberikan gambaran, tetapi yang sangat berperan tetap para diplomat.

“Oleh karena itu, kami perlu mendapat dukungan yang luar biasa dan pertemuan kali ini merupakan langkah nyata yang bisa kami lakukan,” ucap Menkum.

Dia menegaskan proposal Indonesia, bukan merupakan proposal dari Kemenkum saja, melainkan proposal dari Pemerintah Indonesia, yang di dalamnya terdapat kolaborasi serta kerja sama lintas sektoral demi pembangunan ekosistem musik yang lebih adil dan transparan.

Dengan demikian, dia mengatakan bahwa bisa diraih sebuah keadilan terhadap royalti yang seharusnya diterima oleh musisi, komposer, pihak terkait, dan industri musik nasional.

Menyambung Menkum, Kepala Badan Strategi Kebijakan Kemenkum RI Andry Indrady menyatakan terdapat tiga pilar utama dalam proposal yang diusulkan oleh Pemerintah Indonesia.

Pertama, tata kelola royalti melalui kerangka kerja global WIPO yang terdiri atas pengelolaan fonogram dan dokumentasi audiovisual, fasilitasi proses perizinan dan penghimpunan royalti, serta penguatan pengawasan dalam distribusi royalti.

Lalu kedua, sistem distribusi royalti alternatif berbasis pengguna atau secara user-centric payment. Andry menuturkan usulan tersebut juga membuka ruang bagi model alternatif lainnya yang dapat memberikan insentif secara proporsional.

Pilar ketiga, yakni penguatan tata kelola lembaga manajemen kolektif melalui standardisasi tata kelola negara anggota WIPO yang mengikat secara hukum sekaligus mendorong pengelolaan royalti lintas batas melalui lembaga manajemen kolektif.

Dia menilai proposal Indonesia merupakan langkah awal untuk meretas hambatan struktural yang menjadi akar ketimpangan dalam rezim kekayaan intelektual level global.

“Proposal Indonesia mendorong pengadopsian kerangka hukum internasional yang adil, transparan, inklusif, dan berkelanjutan dengan tiga pilar utama,” kata Andry.

Dalam momen itu, Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menyampaikan Kemenlu RI akan memberikan dukungan penuh kepada proposal Indonesia agar dapat membawa perbaikan dalam tata kelola sistem royalti global.

“Kami siap berada di belakang Kementerian Hukum untuk menyokong dengan segala strategi,” ucap Arif.

Senada, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya juga menyatakan dukungannya bagi proposal Indonesia. Dia mengatakan reformasi tata kelola royalti diperlukan untuk memberikan keadilan bagi para pencipta dan pelaku industri musik.

“Juga memastikan pembagian manfaat ekonomi digital secara merata dan tentunya untuk menjamin apresiasi yang berkeadilan bagi para pencipta, pemilik hak, dan pelaku industri musik,” ujar Riefky.

[Antara]

Berita Terkait

Januari-Oktober 2025, Polri Sita 197,71 Ton Barbuk Narkoba

Jakarta (Dialektika Hukum) – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menyita 197,71 ton barang bukti (barbuk) narkoba pada periode Januari-Oktober 2025. Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Eko…

Guru Besar UGM: Indonesia Perlu Susun Aturan Nasional Antisipasi Konflik Laut

Yogyakarta (Dialektika Hukum) – Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Heribertus Jaka Triyana menyebut Pemerintah Indonesia perlu segera menyusun regulasi untuk mengantisipasi potensi konflik bersenjata di laut yang hingga…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas

Pengaduan Masyarakat atas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta Bandung: KPK Wajib Usut Tuntas

Jokowi, Airlangga Hartarto, Aguan dan Anthony Salim dalam Dugaan Korupsi Proyek PIK-2

Jokowi, Airlangga Hartarto, Aguan dan Anthony Salim  dalam Dugaan Korupsi Proyek PIK-2